Dari Kuas Lukis Bunda jadi Make Up sampai Role Play Jualan Sate

Bismillahirrahmanirrahim...



Sore itu  setelah mandi, saya dan Haya bermain bersama di kamar sambil menunggu Ayah pulang. Lalu tiba-tiba, sepertinya Haya melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Dia mengambil kursi kecilnya, meletakannya di depan lemari buku kecil milik saya yanga da di kamar, dan mengambil sesuatu di deretan tempat rias saya. 

Oh, rupanya dia melihat kuas gambar saya yang saya letakkan di rak dekat make up. Saya pun membiarkannya saja, tidak menginterupsinya. Saya memilih mengamatinya kali ini sambil melanjutkan aktifitas yang terkadang saya lakukan ketika menemani Haya bermain, yaitu menjahit kain flanel. "Bunda jahit-jahit ya," katanya kalau dia melihat saya memegang benang, jarum dan kain flanel.

Dia pun asyik bermain dengan kuas lukis saya yang memang jumlahnya cukup banyak. Sambil menjahit, saya mengamatinya lalu bertanya, "eh, mana yang lebih panjang?" Lalu dia pun menunjuk kuas yang lebih panjang daripada kuas lainnya dengan benar. Lalu, saya bertanya lagi, "mana yang paling besar?" dan Haya pun mengangkat kuas yang paling besar dibanding dengan yang lainnya.

"Ini apa namanya?" tanya saya seraya mengangkat salah satu kuas lukis milik saya. Dia dia saja.
"Kuas. Apa nak? Kuas lukis," kata saya.
"Ku-as. Lukis. Buat gambar-gambar," katanya. 
"Ya, benar," kata saya. 

Lalu, tak berapa lama, dia mendekat ke arah saya. 
"Bunda, diam dulu ya," katanya lalu dia mengarahkan salah satu kuas ke wajah saya, mengoleskannya di sekitar bagian mata.
"Eh, Bunda dipakein alis?" tanya saya. Dia tersenyum lebar dan tergelak. 
Haduh, ni anak. Padahal saya tak pernah gambar alis. 
Lalu, beberapa kali ia mengoles-oles wajah saya.
"Kaya siapa Nak," tanya saya memastikan.
"Kaya mbak Ras," dia menyebutkan nama tetangga sebelah rumah. Nah kan, betul dugaan saya. Haya pastilah beberapa kali pernah melihatnya tetannga depan rumah pasang alis saat dia main disana. Hihi.. 

Beberapa saat dia asyik memoles-moles wajah saya dan saya biarkan saja. kemudian, dia berhenti dengan sendirinya. Masih asyik bermain dengan kuas lukis saya. 
Saya pun melanjutkan menjahit kain flanel lagi.




Lalu, dia menjatuhkan kuas lukis saya ke luar jendela yang memang rendah daun jendelanya. 
"Ayo diambil. Lewat pintu ya," kata saya walaupun memang bisa saja dia keluar lewat jendela kamar karena daun jendelanya memang rendah bisa dijangkau dari lantai.

Haya pun berlari keluar lewat pintu, memunguti kuas-kuas yang terserak. Lalu, entah dia dapat ide darimana lagi, mulai menawarkan sate pada saya.


"Bunda, mau beli sate?" tanyanya. Saya mengangguk. Dia kembali sibuk dengan kuasnya. Lalu tak berapa lama, "Ini," katanya sambil menyodorkan beberapa buah kuas kepada saya.

"Terima kasih.." kata saya.
"Uang.." katanya meminta bayaran. Saya tergelak sembari berpura-pura merogoh kantong celana.
"Berapa Bang?" tanya saya.
"Sebas ribu," jawaban favoritnya kalau ditanya berapa harganya.
"Ini," kata saya sambil berpura-pura menyodorkan uang pada Haya yang sudah sigap menadahkan tangan.
"Terima kasih," katanya.
"Sama-sama," jawabnya manis membuat saya gemas padanya.

Lalu beberapa kali kami melakukan role play jual beli ini, hingga akhirnya ayah pun datang.
"Ayaaah..." katanya seperti biasa, tak sabar menghambur ke pelukan ayahnya.
Lalu, dia akan sibuk bercerita pada ayahnya yang baru saja pulang, dan saya pun untuk sementara waktu, terlupakan. Hiks.. hehehe...


Begitulah biasanya rutinitas keseharian tiap Ayah pulang dari kantor, dan biasanya saya juga memberikan waktu itu untuk bonding time antara Haya dan Ayahnya. 
"Haya sedang apa", begitu biasanya pertanyaan favorit Ayah, atau "tadi Haya sama Bunda main apa aja?" tanya Ayah. 
Lalu, Si Haya yang sudah banyak kosakata pun akan bersemangat bercerita. Kadang saya pun sesekali menimpali, dan ikut nimbrung sebentar bersama mereka, sebelum sibuk di dapur menyiapkan hidangan untuk makan malam bersama.

Biasanya, Haya melanjutkan permainan yang ia mainkan dengan saya berdua dengan Ayahnya. Atau seringnya, Haya biasanya meminta jalan-jalan sore bersama Ayah, biasanya ke POS Paud dekat rumah, main jungkat-jungkit atau ayunan yang ada disitu. Kali ini, dia meminta jalan-jalan keluar berdua dengan Ayah.

Saya membereskan beberapa kuas yang masih berceceran di lantai. Sembari mengumpulkan kuas, tetiba saya baru sadar. Kuas lukis ini, di tangan Haya, beralih fungsi menjadi alat make up dan bahan role play jualan sate, pikir saya. Ah, dia memang beda dengan saya yang memang sepertinya tidak terlalu berbinar-binar ketika melihat peralatan lukis dan gambar. 

Bagi anak yang suka dan punya minat di bidang gambar atau seni lukis, sudah pastilah dia akan menggunakan kuas lukis ini sesuai dengan fungsinya, minimal untuk mencorat-coret di atas kertas, bukan buat alat make up atau bahan jualan sate. Hehehe..

Begitulah...
karena setiap anak itu unik dan memiliki minat masing-masing sesuai fitrahnya, apa yang ada pada dirinya. Tugas orang tua adalah memberi dukungan kepadanya dan memberikan fasilitas yang mendukung semampu orang tua.



#hari3
#gamelevel7
#tantangan10hari
#semuaanakadalahbintang
#kuliahbundasayang

@institut.ibu.profesional

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hujan Rintik-rintik, Airnya Bergelombang

Membuat Es Krim Bersama Ayah

Jalan-jalan Ke Jogja