Balon Ipin Upin




Bercerita di Perjalanan : Menanamkan Imaji Baik dan Positif pada Anak

Hari ke empat ini, agendanya family time. Simbah Kakung dan Simbah Putri serta beberapa saudara mau berkunjung ke rumah, kemudian mau berangkat ke Solo untuk menyaksikan prosesi wisuda Om Arul, adik saya yang paling bungsu.

Kami sekeluarga berangkat pagi buta, jam 3 dan Alhamdulillah sampai di tujuan sekitar pukul 5 pagi. Setelah itu bersiap-siap sebentar, baru kemudian berangkat ke kampus tempat wisuda diselenggarakan. 

Dalam perjalanan, kami mengobrol bersama, karena kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga besar pun hanya ada pada saat-saat tertentu saja seperti hari libur atau pas ada tanggal merah di kalender. Adanya Haya dalam perjalanan menambah keseruan sehingga perjalanan tidak terasa membosankan. Celotehnya riang tentang hal-hal yang ia lihat dan ia tanyakan selama perjalanan menjadi hiburan tersendiri bagi kami sekeluarga.

Saya juga sempat menceritakan beberapa hal terkait perkembangan Haya saat ini, seperti sudah bisa apa aja, bagimana antusiasnya dalam belajar banyak hal, seperti belajar mengenal warna, nama-nama beberapa benda, dan lain-lain. 

Dalam perjalanan kali ini, ada Tante favorit Haya yang ikut serta dan selama perjalanan Haya seringkali nemplok sama Tantenya. Tante Da, begitu panggilannya, adalah seorang bidan dan suka dengan anak-anak sehingga Haya pun cepat akrab dengannya.

Saya sempat bercerita kepada Tantenya, kalau Haya sekarang ini sedang agak susah dibujuk untuk sikat gigi. Kata Tantenya, coba disounding, dibujuk dengan cerita-cerita seputar sikat gigi, dll. Sudah ya, Tante, kata saya. Tapi memang begitulah tantangannya. Harus dicoba berkali-kali. Makanya, kata mbak fasil Bunsay saya, memang berat maslaah pengasuhan anak ini, kalau ringan mah, dapatnya permen cicak, gak dapat surga. Masak yam au dapat surga tapi ujiannya cuma segitu-gitu aja, kata mbak Fasil terkece, mbak Ririt sambil sedikit berkelakar. Walau begitu, pesan yang disampaikan tetap saja berasa makjleb di hati. Ayo emak, semangat pantang menyeraaah….

Nah, saat sudah sampai di tempat acara, tentu saja, seperti sudah membudaya dalam masyarakat bangsa Indonesia diamanapun berada. Dimana ada sebuah acara, maka disitulah akan ditemui beragam pedagang dari mulai pedagang makanan, minuman, buket bunga wisuda, es krim sampai penjual daster pun ada. Macam-macam saja. Saat itu ada penjual balon yang lewat di sepan mata dan Haya pun langsung menunjuk minta beli. Tak lama ia pergi sama ayahnya, saat kembali ia sudah menggenggam sebuah balon karakter Upin. Ia pun tertawa bahagia sambil memainkan balonnya.

“Milih sendiri ya, balonnya?” tanya saya pada ayahnya.
“Iya, tak tunjukkin yang Tayo, Bebek, nggak mau. Maunya Ipin upin,” jawab ayahnya. Hmmm… sekarang ia sudah bisa pintar memililih mana yang ia suka.

Sembari menunggu prosesi wisuda selesai, kami pun menemani Haya bermain bersama balonnya. Nah, sembari bermain dengan balonnya, Tante Da yang memang sedari tadi ditempeli terus sama Haya mulai bercerita.


“Lihat tu balonnya gambar apa ya?” tanya Tante Da.
“Upin Ipin,” jawab Haya. Padahal cuma ada satu Upin aja. Hahaha…
 “Lihat tu, Upin kelihatan giginya, bersih ya giginya? Warnanya apa? Puu..pu” lanjut Tante Da lagi. Dia menunjuk balon Upin yang memang sedang tersenyum dan kelihatan giginya yang besar dan berwarna putih.
“Putih,” Haya menanggapi.
“Iya, giginya putih ya.. bersih. Itu karena Ipin Upin rajin sikat gigi. Nah, Haya juga musti rajin-rajin sikat gigi ya biar giginya juga bisa putih bersih dan sehat kaya Ipin Upin,” kata Tante Da.
Haya tidak menanggapi apa-apa. Ia malah melihay balon Upinnya yang melambung tinggi ke atas. Kemudian, dia sibuk lagi bermain-main dengan balonnya.

Selama perjalanan itu, saya dan dan Tante Da juga berusaha mengait-ngaitkan hal yang dilihat Haya dengan tema per-sikat gigi-an. Hehe.. #perjuanganemak emang superr.

Perjalanan yang memang cukup melelahkan karena setelahnya, setelah prosesi wisuda di kampus selesai kami memang berencana bersilatuhmi ke beberapa kerabat yang memang banyak yang tinggal di Solo. Alm. Ibu saya asli dari Solo, dan banyak saudara-saudara alm. Ibu yang memang tinggal dan menetap di Solo. Jadi, mumpung ada kesempatan dan waktu, sekalian saja kami mampir ke sana. 

Catatan: karena perjalanan memang melelahkan, saya juga sedikit membeli kelonggaran (toleransi) lagi-lagi karena keadaan ya, kepada Haya seperti kembali memakaikannya pospak selama perjalanan, lalu sekedar menawarinya sikat gigi yang masih ia tolak mentah-mentah. Sekali saja saya tawarkan, begitu dia memang belum mau, ya sudah. For now, let us enjoy the journey,hehehe…


Merapikan Barang, salah satu cara untuk  Mengajarkan Kepunyaan / Kepemilikan Barang

Semakin bertambah usia Haya, semakin paham juga dia akan benda-benda di sekitarnya dan saya amati kalau dia juga sudah paham tentang konsep kepemilikan. Dia sudah paham kalau di rumah, beberapa benda itu milik saya, bundanya atau milik ayahnya. 

Sering kali dia bertanya, “ini punya siapa?” katanya seraya menunjuk sebuah benda. Kemudian, saya akan menjawab, “Punya Haya, punya Bunda atau punya Ayah.”

Seringkali dia juga menunjuk benda-benda kepunyaannya yang dikasih oleh orang lain. Lalu pertanyaan yang diajukan menjadi, “Ini punya siapa? Dibeli siapa? Atau dikasih siapa?” tanyanya dengan logat yang masih lucu khas anak dua tahun. Masya Allah, menggemaskan sekali. Lalu saya pun dengan senang hati menjelaskan, “Ini punya Haya, dibelikan oleh Bunda atau Ayah. Ini sekarang punya Haya, dikasih sama Om atau Tante,” begitu jawab saya.

Kemarin saat saya beres-beras baju dan barang yang mau dibawa ke dalam perjalanan, dia juga ikutan sambil bertanya hal serupa. Kemudian, sekalian saya mengajarinya membereskan barang-barangnya sendiri.


Oh ya, saat saya beres-beres, melihat saya membawa tas bepergian, dia juga ingin ikutan membawa tasnya yang gambar pus. Jadilah dia beres-beres sendiri, membawa mainan yang masih ingin dimainkannya saat itu, yaitu lego balok dan warna karena dia memang baru saja mendapatkan mainan itu, jadi istilahnya masih penasaran, rasa ingin tahunya tinggi dan masih ingin sering-sering memainkan lego itu.

Saat kami berhenti di beberapa tujuan pun dia sering menanyakan tasnya, ketika melihat yang lain (Uti, Tante) juga membaw tas. “Tas pus meong mana?” tanyanya mencari tasnya, tak mau ketinggalan membawa tas seperti yang lain. Ah Haya.. Haya…


Konsep Aji Mumpung

Saat sedang dalam perjalanan, Haya memang antusias ingin bersama dengan Tante Da dan juga Omnya. Jadilah saya dan ayahnya lumayan bisa sedikit bersantai sejenak, hehehe… Kadang tantenya yang mengajak ia berjalan-jalan kesana kemari. Kadang juga Haya yang meminta Tante dan Omnya menuruti kemauannya untuk pergi kesana, kesitu.

Nah, buat saya sendiri, akhirnya saya juga kadang memakai konsep aji mumpung. Ah, mumpung lagi bareng tantenta, saya mau kesini dulu ah.. #melipir cari spot foto buat selfi narsis sejenak, wkwkwkwk.. nggak juga ding, mumpung saya longgar, tak sholat dulu, tak curi-curi buka hp di tempat yang sedikit jauh dari pandangan anak. Hihihi..

Eh, setelah itu, ternyata tetap aja dicari sama anak ya..
“Bunda mana? Bunda pergi mana? Bunda tinggal Haya..” katanya..
Duh, pernyataan terakhirnya itu yang kadang masih makjleb. Hohoho…

Walaupun dia sama orang lain, ada yang menjaganya dan mengawasinya, tetapi ternyata, saya yang memang harus tetap komitmen untuk selalu meminya ijin pada Haya.

“Haya, Bunda mau sholat dulu ya, Haya main sama Tante dulu disini yaa..” begitu seharusnya saya pamit dulu sama Haya.

“Haya sayang, Bunda mau ke toilet dulu ya, Haya tunggu disini dulu sama Om, Yangti, Akung…” itulah yang harus saya ucapin. 

Tapi, kemarin masih aji mumpung aja pakai jurus melipir dari pandangan anak. Wkwkwk… lain kali jangan diulangi lagi ya.. Semoga Ya Allah, melatih hal yang sudah jadi kebiaasan itu emang sesuatuuu. Tapi, insyaAllah yakin semoga dimudahkan ke depannya. Aamiin.


Begitu cerita kami hari ini. Alhamdulillah perjalanan lancar aman dan nyaman, selamat dari berangkat, sampai tujuan hingga pulang kembali. Namun, sayangnya balon Ipin Upin yang telah dibeli Haya tidak berjodoh ikut ke rumah. Saat prosesi wisuda selesai, kemudian kami sekelurga foto bersama di studio foto instan yang ada di lokasi kampus, mengabadikan momen yang memang hanya terjadi sekali seumur hidup, hehe... Nah, setelah asyik berfoto ria bersama, lalu kami pun segera melanjutkan perjalanan kembali.

Nah, saat bersilaturahim, kami berbagi cerita lewat foto. Saat itu, Haya juga ikut melihat fotonya dan nampaklah foto balon Ipin Upin yang dibelinya tadi pagi. Dia pun refleks bertanya? Balon Ipin Upin punya Haya mana?

Eh, mana ya? Kami semua bingung. Perasaan memang di dalam mobil kami tak melihat ada balon. Dan setelah diingat-ingat memang sepertinya balonnya tertinggal di kampus. Huwaaa… Haya tak mau terima, berulang kali menanyakan balonnya. Tapi, momen itu tak berlangsung lama karena memang sudah capek, jadi Haya pun tertidur dalam perjalanan pulang dan melupakan balon Ipin Upinnya.



#hari4
#gamelevel1
#tantangan10hari
#
melatihkemandirian
#kuliahbundasayang


@institut.ibu.profesional


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hujan Rintik-rintik, Airnya Bergelombang

Membuat Es Krim Bersama Ayah

Jalan-jalan Ke Jogja