Refleksi tentang Kecerdasan Emosi Orang Tua vs Kecerdasan Emosi Anak
Bismillahirrahmanirrahim…
Day 8 Level 3 Bunsay Game
"Ayah... Bunda.. jangan Marah Yaaa..."
Hari kedelapan dalam tantangan Bunsay Game Level 8 ini, saya tiba-tiba merenung. Teringat sebuah pertanyaan saat materi awal level 2 tentang mengajarkan kemandirian pada anak. Saat kita mengajarkan sesuatu pada anak, meminta anak paham apa yang kita ajarkan, lalu bagaimana dengan diri kita sendiri?
Di level ini, saya dan teman-teman Bunsay #5 Jateng diminta untuk membuat Family Project dengan tema melatih kecerdasan anak, dimana kita diharuskan memilih atau focus pada satu kecerdasan diantara empat pilihan kecerdasan, yaitu: kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, kecerdasan menaklukan tantangan dan kecerdasan intelektual.
Di level ini, saya focus pada kecerdasan emosi anak. Lalu, perenungan saya membawa kepada sebuah pertanyaan, “saat saya mencoba mengajari anak tentang hal-hal yang berhubungan dengan emosi, nama dan macam emosi, tahu dan kenal emosi yang dirasakan, hingga cara-cara mengatasi emosi yang ada pada diri kita, cara mengekspresikannya dengan benar, sudahkah saya, sebagai orang tua juga sudah tuntas masalah itu?”
Ah, tiba-tiba saya juga jadi tersadar. Terkadang, bahkan ada mungkin sampai sekarang ada suatu emosi yang bahkan saya tak tahu namanya, apa itu. Emosi jengkel, kesal marah, sedih, geli yang bercampur baur menjadi satu.
Kecerdasan emosional saya sebagai istri, terhadap suami, bagaimanakah?
Kecerdasan emosional saya sebagai seorang ibu terhadap anak saya, bagaimanakah?
Terhadap tetangga, terhadap saudara, teman baik teman maya atau nyata, bagaimanakah?
Ya Allah.. astaghfirullahal’adzim.. astaghfirullahal’adzim.. astaghfirullahal’adzim… berbagai pikiran, bayangan berkelebat di benak saya bahwa selama ini saya sendiri pun masih harus terus banyak belajar mengelola emosi diri ini. Masih harus menemukan nama-nama dan definisi emosi yang menghampiri diri saya, sehingga saya pun bisa menanganinya dengan tepat.
Anak-anak tumbuh dalam hitungan hari semakin besar, semakin pintar, semakin cepat menyerap informasi, semakin cerdas meniru, semakin lihai bereksplorasi dan berekspresi. Begitupun dengan Haya, putri saya yang saya amati memang semakin pintar merangkai kata-kata, menjawab pertanyaan bahkan kadang saya sendiri pun dibuat takjub olehnya, kepintarannya merangkai kata, merekam dan menyimpan informasi serta mengingat peristiwa-peristiwa yang telah berlalu.
Terbayang tadi pagi saat saya mengajak Haya untuk pergi belanja. Hari ini Haya bangun agak siang, dan saya juga baru tersadar kalau stok sayur di kulkas sudah menipis dan itu artinya saya harus belanja sayur untuk makan malam ayah nanti. Saya pun mengajak Haya pergi. Saat bersiap-siap, Haya bilang ingin membawa boneka Ipin kesayangannya. Saya pun mengijinkan.
Lalu, tak lama saya melihat ia bergulat dengan sarung mini yang biasa dipakai buat selimut. Saya segera beranjak menuju pintu depan dan memanggil namanya. Ia datang dengan selimut sarungnya. Boneka Ipinnya ia tinggalkan di kasur.
Saya bilang padanya, “nggak usah dipakai itunya, taruh dulu di dalam.”
Dia ngotot nggak mau. “Bawa ini.. nanti panas..” katanya.
Astaghfirullah.. saya beristighfar dalam hati.
“Ayoo, ikut ndak?” ajak saya tak sabar karena keburu siang dan keburu stok sayur di tempat tukang sayurnya habis.
Haya pun melangkahkan kaki menuju pintu, tetap dengan membawa selimut sarungnya. Saya pun menjadi tambah gemas.
“Duuh, kalo gitu pakai paying aja biar nggak panas,” kata saya.
“Payung.. pake payung..” dia berkata meniru saya. Akhirnya saya kembali ke dalam rumah untuk mengambilkan payung oren miliknya.
“Yuk,” ajak saya pada akhirnya. Dia mengikuti dengan gembira membawa payung orennya. Di tengah jalan, ia membuka payungnya sendiri dan tersenyum memakainya. Saya hanya geleng-geleng kepala saja melihat tingkahnya.
Sampai di tempat tukang sayur, Alhamdulillah masih ada beberapa sayur. Setelah memilih sayuran dan bahan masakan yang saya inginkan, saya pun mengajak Haya pulang.
Setelah sampai rumah, Haya bertanya.
“Loh, payung Haya mana Bunda?”
“Hayaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa….”
Kami berdua pun kembali ke tempat tukang sayur tadi mengambil payung Haya yang ketinggalan.
Masya Allah, sabar ya buk. Sabar, senyum, semangat.. ulalalaa…
#hari8
#gamelevel3
#tantangan10hari
#myfamilymyteam
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional
Komentar
Posting Komentar