Aliran Rasa Bunsay Game Level 3
Dunia anak
adalah dunia bermain tapi mendidik anak tidak bisa main-main. Kutipan yang bila
sepintas dibaca kelihatan sederhana namun dalam maknanya itu terpajang di
dinding Pos PAUD Melati di lingkungan RW kami.
Pos PAUD
milik pemerintah itu cukup dekat jaraknya dari rumah saya tinggal, hanya
terpaut satu gang saja. Pos itu memiliki bangunan yang lumayan luas dengan
fasilitas yang terbilang lengkap, ditambah taman bermain anak-anak di depan pos
PAUD yang bebas dipakai siapa saja. Ada dua buah ayunan, dua buah jungkat
jungkit, satu titian, dan satu tempat memanjat.
Dulu, saya
sering mengajak Haya kesitu apalagi kalau siang, karena diitu tempatnya sangat
teduh, dinaungi oleh tiga pohon besar yang sangat rindang. Sejuk sekali
hawanya. Namun, sejak musim penghujan datang ketiga pohon itu ditebang habis
sama sekali, sehingga terkesan langsung gersang. Sejak itu pula saya jarang
mengajak Haya bermain di halaman teras Pos PAUD lagi.
Sambil menunggui
Haya bermain ayunan, saya kadang memandang poster besar di dinding PAUD dan
merenungi maknanya yang bagi saya cukup dalam. Seseorang itu tak kan pernah
bisa paham sepenuhnya jika ia tidak mengalaminya sendiri, begitu piker saya
terkait dengan pendidikan mengasuh anak.
Dulu saya piker,
ketika masih single, mengasuh anak ya gitu-gitu ajalah. Sekedar menyuapi,
memastikan tumbuh kembangnya baik, normal, menemaninya bermain, membelikannya
mainan. Tapi ternyata setelah saya mengalami sendiri, hamil, mengandung,
melahirkan, lalu punya anak yang benar-benar sedari bayi merah saya asuh
sendiri, saya mandikan sendiri tanpa banyak bantuan dari orang lain, saya baru
tersadar bahwa mengasuh anak itu, tidak bisa gitu-gitu aja ternyata.
Banyak hal
yang tidak saya tahu terkait mengasuh, membesarkan dan mendidik anak dengan
baik setelah saya merasakan punya anak sendiri. Maka dari itu, saya pun
belajar, salah satunya bergabung di dalam komunitas Ibu Profesional ini dan
beruntung saya sekarang berada dalam Kelas Bunda Sayang bersama teman-teman
seperjuangan yang lain.
Apalagi
setelah saya membaca buku Tuntas Motorik karangan Bu Ani Christin, saya semakin
tersadar bahwa, kegiatan, aktifitas dan proses mengasuh, mendidik, dan
membesarkan anak itu bukan perkara sepele, sekedar begitu-begitu saja, mengalir
apa adanya, apalagi jika kita ingin mempunyai anak yang hebat, anak yang diatas
rata-rata, maka tentu saja persiapannya pun harus lebih, berbeda dengan yang
biasa-biasa saja. Stimulus yang diberikan untuk menjadikan anak menjadi hebat,
di atas rata-rata pun tentunya harus benar-benar dipersiapkan secara matang,
tidak bisa asal-asalan saja.
Sebagai
orang tua, maka harus punya bekal ilmu yang cukup memadai, dan selain itu,
tidak cukup hanya sekedar tahu, tapi juga bisa mempraktekkan dan mengamalkannya
sehari-hari ilmu yang telah didapat ketika membersamai anak. Nah, biasanya
disitulah tantangan yang sebenarnya, mempraktekkan, mengamalkan ilmu-ilmu yang
telah didapat dari hasil belajar baik secara langsung lewat kajian,
ceramah-ceramah, membaca buku ataupun secara tidak langsung seperti belajar
jaman now lewat dunia maya. Faktanya, mengamalkan ilmu, satu ilmu yang telah
dipelajari itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Di Level 3 tantangan
Bunsay Game ini, jujur saya sendiri merasa masih jetlag setelah libur pasca
lebaran yang cukup panjang, selain itu penyesuaian aktifitas rutin kembali
sekembalinya dari libur panjang. Saya sendiri menyadari bahwa tugas Family
Project yang saya lakukan di Level ini juga masih ala kadarnya, apalagi laporan
tertulisnya juga masih sekedar narasi yang monoton saja. Tapi apapun itu, saya
juga tetap berusaha membangun komitmen diri untuk bisa terus menulis laporan
setiap harinya yang memang menajdi salah satu goal saya untuk bisa menulis
rutin tiap hari. Saya paksa diri saya untuk bisa menyediakan waktu tiap pagi
wajib setor narasi dulu, saya masukkan ke dalam jadwal harian sebagai bagian
dari komitmen diri. Alhamdulillah, efeknya sudah mulai saya rasakan jika belum
submit tulisan di pagi hari rasanya masih ada yang kurang. Hehe.. PRnya, tinggal
lebih semangat lagi untuk menggarap tantangan Bunsay next level dan juga
meningkatkan kualitas tulisan dan isi laporan agar menjadi narasi yang bermutu
dan bermanfaat bagi banyak orang yang membaca. Aamiin..
Setiap
harinya saya terus berusaha belajar, terutama untuk memperbaiki diri sendiri,
karena semuanya itu kuncinya ada pada diri sendiri. Sudut pandang kita terhadap
sesuatu dan kesadaran dari diri kita untuk benar-benar bersungguh hati melakukannya.
Jika kita saja belum tuntas dengan diri sendiri, bagaimana bisa mengurus orang
lain (baca: suami, terutama anak) dengan baik?
Kesadaran diri
sendiri, menaklukan ego-ego yang terus muncul dalam diri ketika mengasuh anak. Saya
sendiri bersyukur sekali bisa termasuk ke dalam golongan ibu-ibu yang diberi
kesempatan untuk mengasuh anak sendiri semenjak ia lahir. Ya, banyak hal tentu
yang telah saya lalui, tapi saya mengakui bahwa saya belajar banyak sekali
semenjak melahirkan anak pertama saya. Terima kasih Haya sayang yang begitu
sabar menemani Bunda belajar. Terima kasih nak atas inspirasi-inspirasi darimu,
segala hal dari dirimu yang memotivasi Bunda untuk terus belajar memperbaiki
diri.
Dalam
tantanga Family Project Level 3 Bunsay terkait menegmbangkan Kecerdasan Anak
ini saya dan suami sepakat memilih untuk focus mengamati perkembangan
Kecerdasan Emosi Haya. Saat hari pertama tantangan dimulai saya memang sudah
mencoba mendaftar beberapa hal yang akan saya lakukan nantinya dalam proses
stimulasi kecerdasan emosi Haya, namun dalam prakteknya memang saya akui lebih
banyak mengalir saja prosesnya. Suami memang tak begitu banyak terlibat dan
saya sendiri kali ini juga tak terlalu memaksa, membujuk ataupun merayu Suami
untuk bisa terlibat lebih jauh, tapi saya amati suami selalu mendukung apa yang
saya lakukan bersama Haya.
Di Level
Ketiga Bunsay Game ini, saya semakin merasa terlatih untuk memahami banyak hal.
Kurikulum, jadwal dan tema-tema materi yang diberikan dalam tantangan Bunsay
ini tentulah telah disusun sedemikian rupa agar harapannya bisa memberikan
manfaat yang besar. Begitupula yang saya rasakan. Object prakteknya mungkin
memang lebih focus ke anak tetapi dampaknya juga bisa meluas kepada orang tua,
terutama diri saya sendiri.
Saya belajar
menyusun sebuah aktifitas untuk anak, mengobservasinya, membaca-baca literature,
baik berupa teori maupun hasil dari pengalaman teman-teman lain terkait tema
yang sama. Belajar memahami segala sesuatu dari sudut pandang anak. Bahwa banyak
hal yang mungkin sepele bagi orang
dewasa justru ternyata dianggap amat penting, bermakna bagi anak.
Qadarullah kemarin
di tengah-tengah masa periode tantangan Bunsay Game Level 3 berlangsung,
keluarga saya diuji dengan sebuah kehilangan barang yang lumayan berharga. Masalah
terasa menyesakkan di hati karena suspectnya adalah tetangga dekat sendiri. Ya Allah…
saya dan suami pun melalukan evaluasi diri. Meredam banyak rasa yang muncul
dalam dada. Hingga akhirnya masa-masa kritis pun bisa kami lalui dengan baik,
Alhamdulillah. InsyaAllah do’akan semoga kedepannya baik-baik saja. Ya,
tantangan dalam hidup akan selalu ada, yang membuat kita berkembang adalah
bagaimana cara atau sikap kita dalam menghadapi tantangan demi tantangan yang
ada. Jujur saja, di Level ini saya malah merasa bahwa sebenarnya sayalah yang
butuh banyak belajar lagi untuk mengolah kecerdasan emosional dalam diri saya
agar bisa mengontrol diri dan beragam emosi yang muncul dengan baik.
Teringat
pesan dan ilmu mengasuh anak yang disampaikan oleh Abah Ihsan, pakar parenting
Nasional bahwa sebenarnya, kalau kita tahu ilmunya, mengasuh anak itu
sebenarnya gampang. Kuncinya hanya satu, yaitu FOKUS. FOKUS kepada anak
kemudian berikan contoh atau keteladanan yang baik pada anak, karena anak itu
adalah peniru ulung, otak mereka bagai spons yang cepat menyerap banyak hal
yang ada disekitar hanya saja belum bisa memilah mana hal baik dan buruk. Oleh karenanya
bagi orang tua harus bisa senantiasa memberi contoh keteladanan yang baik bagi
anak-anak. Begitu teori atau ilmunya. Prakteknya? Hehehe…
Baiklah,
saya ceritakan pengalaman saya setelah periode tantangan Bunsay Level 3 berakhir.
Hari itu
Hari Selasa, saya merasa sedang dalam kondisi good mood tapi tidak terlalu
bersemangat untuk melakukan aktifitas harian di rumah. Kemudian akhirnya saya
mencoba untuk FOKUS pada anak saya hari itu. Apapun yang kau mau nak, emak
ladenin, hehehe.. sementara itu saya tutup mata dulu lah sama cucian yang mulai
numpuk di keranjang cucian, dan beberapa piring kotor hasil prakarya tadi pagi
di dapur serta mainan anak yang berserak disana sini tak keruan termasuk di
dalam kamar. I am your follower today, nak batinku pada diri sendiri.
Saat itu
Haya sedang asyik main sendiri. Saya pun selonjoran kaki menungguinya bermain.
Hape dan lepi saya singkirkan jauh-jauh. Hehe..
“Main apa
Haya?” tanya saya.
“Ini Bunda….”
lalu dia pun mulai berceloteh dan saya takjim mendengarkannya, memberinya
tanggapan, mengangguk tanda mendengarkan. Menuruti perintahnya karena dia setelah
saya amat-amati kalau sedang bermain terutama dengan teman-temannya tipe yang
agak bossy dalam artian suka make an order to others dan berharap
teman-temannya pun mau mengikutinya. Tapi bagus itu, tipe calon leader, batin
saya dalam hati. Hohoho..
Lalu,
beberapa saat kemudian, dia sepertinya mulai bosan dan merengek kepada saya,
meminta lihat tontonan kartun di hape atau lepi saya. Well, ya dia sudah tahu
hal itu.
Kali ini,
saya menggeleng tegas. Saya menguatkan diri bahwa hari ini, di rumah ini dari
pagi sampai malam nanti, nggak ada hape atau tontonan apapun sama sekali
buatnya. Ya, jujur saja, kadang saya
memang membolehkannya nonton di hape atau lepi, nonton video atau film edukasi
yang telah saya simpankan untuknya, terutama saat saya butuh sedikit
ketenangan, atau saat saya nyambi melakukan hal lain. Huhuhu…
Hari ini,
nggak ada gadget di rumah yang menyala. Begitupula peraturan yang berlaku buat
saya. Nggak pegang gadget sama sekali, kecuali nanti kalau anak sudah tidur.
Dia terus
merengek, meninta ini itu. Menangis, sedikit kesal. Tapi saya lagi in a good
mood dan saya lagi focus, jadinya emang enjoy aja sih.
Saya alihkan
ia dengan hal lain, saya ajak main ini itu. Baca buku, berguling-guling
bersama, ya.. pokoknya emak mencoba berakting deh jadi anak umur 5 tahunan. It did
work well. Haya pun terlihat senang sekali menjalani harinya. Sampai akhirnya
Ayah sampai di rumah, dan memang setelahnya jatah Ayah untuk quality time sama
anak, sementara saya mulai bergulat dengan tumpukan pakaian dan piring-piring
kotor, menu masakan makan malam, sudut-sudut rumah yang perlu dibersihkan, dan
my own to do list lainnya seperti menyelesaikan draft cerpen, cernak, tugas gambar
yang belum selesai, tilawah dan dzikir harian, memendam rasa penasaran belajar
origami bentuk bunga, postingan blog yang melambai-lambai untuk diisi, gunungan
chat yang belum dibaca, japrian yang belum dibalas, belum skincare, facial care….
AAAAAA….. emak rasanya ingin bisa membelah diri.
Jujur saja
emang ketika focus lahir dan bathin membersamai anak, belajar dan bermain
bersama anak rasanya damai bahagia sentosa, dengan catatan bisa sekuat tenaga
mengenyahkan pikiran-pikiran yang bermunculan seperti DL ini itu yang harus
dikerjakan. Wkwkwkw.. nyatanya emang dalam keseharian saya, walaupun saya di
rumah saja momong anak tapi pada kenyataannya masih 30-40%nya saya bersama
anak. Terutama pikiran saya yang terpecah belah memikirkan banyak hal lain. Walau
my body bersama dengan anak tapi my soul is going elsewhere. Saya tetap menemani
anak dan tetap mengamati apa yang anak lakukan, tapi focus saya terpecah pda
hal-hal lain dalam pikiran saya. Dan buat saya, inilah PR yang harus bisa saya
selesaikan. Benar-benar melatih diri untuk bisa menggunakan tombol switch on
dan off dalam kepala saya dengan baik dan benar agar bisa benar-benar focus.
Murni Fokus ya…
Eh tetiba
jadi ingat postingan yang ditulis sama mbak Wara Septika di Level 3 Bunsay ini. Tentang
membenahi Sholat. Sama halnya ketika kita bisa sholat dengan benar,
sebenar-benarnya sholat hanya menghadap Allah Rabbul Izzati, maka badan kita
akan dipenuhi peluh yang bercucuran ibarat atlet badminton yang habis tanding 3
set.
Begitupula dengan
yang dinamakan FOKUS terhadap anak, mengurus anak, membersamai anak, mengasuh
anak, benar-benar memperhatikan anak dengan sebenar-benarnya sesuai ilmu yang
benar dan sesuai tapi bukan berarti overprotective, bukan itu. Maka hasilnya
pun akan benar-benar luar biasa. Nah, siapkah kita? Eh salah, maksudnya
siapkah diri saya? Ya Allah.. next Level.. semoga bisa insyaAllah.
#gamelevel3
#tantangan10hari
#myfamilymyteam
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional
Komentar
Posting Komentar