Odong-odong Pak Mani

Bismillahirrahmanirrahim....



Day 04 Bunsay Game Level 8
Mengenalkan Konsep Transaksi Jual Beli dan Bayar Jasa

Pagi hari saat saya sedang menjemur baju di depan rumah, dari kejauhan sudah terdengar sirine yang khas sekali.

"Odong-odong Pak Mani!" teriak Haya riang.
Ya, benar sekali. Tak lama kemudian odong-odong Pak Mani pun terlihat berbelok menuju teras rumah kami.
Tanpa menunggu lama Haya pun segera naik (well, tak terasa kini dia sudah bisa menaiki odong-odong sendiri, tak perlu di junjung-junjung lagi). 

"Motor Pak," katanya sambil memilih tempat favoritnya. Ya, Odong-odong Pak Mani adalah odong-odong manual alias pakai genjot kaki, modelnya mirip seperti becak. Ada empat kursi yang bisa dinaiki anak-anak, dua yang bentuk ayam di depan dan dua bentuk motor di baris belakang. 

Bentuk ayam memang ukurannya lebih kecil dibanding bentuk motor dan memang biasanya untuk anak-anak mulai dari 1 sampai 2 tahun, sedangkan bentuk motor memang nyaman dipakai untuk anak yang lebih besar, usia-usia 2.5 tahun ke atas.

Kali ini, Haya naik sendiri. Biasanya di gang kami ada tiga orang anak termasuk Haya yang naik. Pagi ini sepi. Tak terlihat dua orang teman seumuran Haya itu berada di depan rumah. Mungkin pergi atau masih tidur. Hihihi...
Pak Mani, nama tukang odong-odong yang selalu setia menemani para ibu menyuapi anaknya waktu sarapan pagi, pun segera memutar musik dan menggenjot pedal odong-odongnya.

Satu sesi naik odong-odong dihitung per lima buah lagu yang mengalun dari tape berisi kaset lagu anak-anak jaman old. Tarifnya per lima lagu adalah dua ribu rupiah. Cukup murah juga sebenarnya kalau naiknya sekali-sekali. Nah, tapi kalau hampir setiap hari naik ya, lumayan juga hitungannya dalam sebulan atau seminggu. Hehehe... #demianakemakpunrelapangkasuangbelanja #ups

Kadang, saya menemani Haya naik odong-odong sambil menyuapi Haya (ya, terkadang emak pun harus merelakan idealisme prinsip biasakan anak makan sendiri, makan tidak sambil nyambi apapun. karena nyatanya lumayan juga suapan sembari naik odong-odong, hehe #plaktepokjidatsendiri)

Sembari menyuapi Haya, terkadang juga ngobrol sama Pak Mani yang juga ramah orangnya. Atau ngobrol beberapa patah kata sama ibu-ibu lain yang anaknya juga barengan naik odong-odong. Atau juga sama sambil menjemur baju atau menyapu teras. Multitasking pokoke joss.

Haya kadang naik sambil memainkan setir motornya, atau sambil ikut bersenandung lagu yang ia hafal liriknya dari lagu-lagu yang diputar macam Abang Tukang Bakso, Bintang Kecil, Menanam Jagung di Ladang, Lihat Kebunku, dan banyak lagi. Atau tangannya kadang usil menepuk-nepuk bola-bola warna-warni yang digantung Pak Mani di atas langit-langit gerobak odong-odongnya.

"Kurang satu!" begitu teriak Pak Mani sebagai tanda bawha sesi odong-odongnya kurang satu buah lagu lagi. 
"Selesai!" begitu kata Pak Mani kalau satu sesi odong-odong sudah selesai. Lalu, Haya pun beranjak turun sendiri. Sekarang satu sesi cukup. Jaman dulu pas awal-awal mulai naik, waah.. pasti minta nambah lagi satu sesi. #emaktekornak

Setelah selesai naik odong-odong, saya biasa memberinya uang untuk dibayarkan kepada Pak Mani dan ia jadi tahu kalau naik odong-odong itu harus membayar dengan uang. Terkadang saya memberinya uang koin atau receh dan terkadang juga satu lembar dua ribuan.

Sekarang juga kalau pas naik odong-odong, setelah turun sendiri dia juga otomatis lari meminta uang untuk dibayarkan pada Pak Mani. Secara tidak langsung hal ini mengajarkan padanya tentang transaksi bayar jasa. Biasanya dia memakai uang untuk membeli atau mendapatkan suatu barang, kali ini dia membayar untuk naik odong-odong.



#hari04
#gamelevel8
#tantangan10hari
#cerdasfinansial
#kuliahbundasayang

@institut.ibu.profesional

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hujan Rintik-rintik, Airnya Bergelombang

Membuat Es Krim Bersama Ayah

Jalan-jalan Ke Jogja