3 Kata Ajaib : Terima Kasih, Tolong dan Maaf





Bismillahirrahmanirrahim…

Dalam proses mengajarkan dan melatih skill kemandirian kepada  anak, saya menggunakan tiga kata ajaib, yaitu: terima kasih, tolong dan maaf. Kelihatan sepele memang tiga kata itu, sederhana namun dahsyat makna dan dampaknya jika dilakukan.

Anak-anak terlahir dengan membawa fitrah kebaikan, namun saya juga sadar bahwa yang namanya kebiasaan baik itu perlu untuk dilatih, dan alangkah lebih baik lagi jika dilatih sejak dini.
Namun, mengajarkan tiga kata ajaib itu tak sesederhana mengucapkannya. Mengajarkan tiga kata ajaib itu juga harus diiringi dengan berbagai hal, dan disampaikan dalam momen yang tepat agar bisa membekas di hati anak.

Mengucapkan kata terima kasih agar bisa terdengar indah dan merdu ditelinga, mengucapkan kata tolong dengan nada yang tidak memaksa, dan mengucapkan kata maaf dengan tulus dari hati, bukanlah perkara mudah, pun bagi orang dewasa sekarang. Kadang, perkataan hanyalah sekdar ucapan di bibr saja, namun ucapan itu tidak membawa makna apa-apa. Maka, tiga kata sederhana itu pun tidak bisa menjadi kata-kata ajaib.

Selama ini, saya dan suami di rumah juga membiasakan diri untuk menggunakan tiga kata itu. Yang pertama yang paling sering terdengar memang adalah, kata terima kasih, yang bisal diucapkan Haya dengan logatnya yang masih khas anak-anak selalu bisa membuat kami tergelak. “Makacih…” kata Haya. Hehehe..

Saya seringkali mengucapkan kata terima kasih berulang-ulang ketika Haya selesai membuang sampah pada tempatnya, merapikan mainannya, mau disuruh, selesai melakukan sesuatu, atau mau mematuhu perkataan saya. Mau mengembalikan botol susu yang sudah kosong diminum ke tempat cucian, dan banyak hal lain. Jadi memang Haya sendiri sudah terbiasa mengucapkan kata “terima kasih” dan dia juga sudah luamyan bisa mengucapkannya dalam konteks yang pas atau sesuai.
Missal, ketika saya mengambilkannya sesuatu, dia juga sudah bilang “makasih” kepada saya, dan ah betapa rasa haru dan senang dalam dada ini menyeruak ke luar dan ke dalam, dungguh indah masyaAllah. Semoga istiqomah selalu ya nak. Aamiin.

Kemudian, ucapan meminta tolong. Saya juga terkadang mengajarkan Haya dengan memberi contoh, biasanya meminta tolong untuk mengambilkan sesuatu. Tapi, jujur saya akui kadang kala masih sering lupa kata minta tolongnya, hanya tersisa kalimat perintahnya saja. Missal, “Ambilin tissue sayang,” nah kadang saya juga tersadar, jadi menambahkan, “Bunda minta tolong, ambilin tissue di meja dong sayang.”

Nah, terbukti kan, bahwa memang kebiasaan baik itu tetap harus perlu dilatih dan diajarkan.
Pengalaman yang mengharuskan bagi saya, ketika kemarin saya meminta Haya untuk mencuci tangan selepas makan, seperti biasa Haya bertanya, “Habis pegang apa Bunda?” (maksudnya Haya habis pegang apa sih Bunda, kenapa Haya harus cuci tangan?”) saya jawab, “Haya habis makan, tangannya lengket, jadi harus cuci tangan.” Tapi dia tidak mau, menggelengkan kepalanya dan tidak mau beranjak dari duduknya. 

Akhirnya Haya saya tinggal ke kamar mandi. Dan tak lama ia menyusul saya yang sedang cuci tangan di kamar mandi dan bilang, “Bunda, minta tolong air,” (maksudnya minta tolong diambilin air buat cuci tangan Haya.) masyaAllah nak.. terharu sangat Bunda ini. Segera saya mengambilkan air untuknya dan ia mencuci tangan, tak lupa masih tetap bilang terima kasih kepada saya. Uhuk.. uhuk…

Kemudian, permohonan maaf. Nah, bagi orang dewasa saja, mengucapkan permohonan maaf terkadang beratnya bukan main. Bukan saja berat mengucapkannya tapi juga makna dibalik pengucapan kata maaf tersebut. 

Saya terkadang juga membiasakan diri saya untuk mengucapkan kata maaf sama Haya, jujur, melatih menurunkan EGO, GENGSI saya berkata maaf, pada anak kecil, masya Allah, dan benar-benar saya rasakan kalau kita memang tidak terbiasa dilatih hal ini, maka kan terasa berat.

Biasanya saya meminta maaf kepada Haya saat saya tersadar habis emosi, habis berkata-kata dengan nada tinggi kepada Haya karena saya kesal, Haya tidak mau menuruti kemauan saya (duuh, ego saya lagi). Biasanya saya bicara sambil memluk Haya, dan saya usap-usap punggungnya sembari berucap, “Bunda minta maaf ya nak, Bunda minta maaf..” begitu berulang-ulang… dan kadang dia juga menirukan saya menepuk-nepuk punggung saya, duuh bikin saya kdang semakin menyesal. Ah Haya.. Bunda benar-benar meminta maaf nak.

Nah, lalu, untuk konteks minta maaf ini, saya amati sepertinya Haya masih belum memahami sepenuhnya, karena terkadang saat kami bermain bersama, kadang kok tiba-tiba dia berkata, “aku minta maaf..” padahal saat itu dia sedang duduk tenang bermain dengan balok legonya. Kadang saat ada ayahnya pun, saya dan suami jadi mengerutkan kening. Maksudnya apa ya? Dia bicara begitu?
Ah yang penting kami terus berusaha mengajarkan tiga kata ajaib itu kepada Haya, membiasakannya semenjak dini, dan sekaligus untuk membiasakan diri kami juga sebagai orang tua, terutama dua kata ajaib yang ini: Tolong dan Maaf, agar senantiasa terbiasa mengucapkannya seperti kami mengajarkan Haya menggunakan kata ajaib: Terima kasih.

Terima kasih kepada pembaca setia yang telah berkenan membaca sampai sini. Mohon maaf apabila ada tulisan yang kuruang berkenan. Semoga bermanfaat ya. Mari kita senantiasa menyebarkan kebaikan diamanapun kita berada, membiasakan kebiasaan-kebiasaan baik di mulai dari rumah.


#hari13
#gamelevel1
#tantangan10hari
#
melatihkemandirian
#kuliahbundasayang


@institut.ibu.profesional


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hujan Rintik-rintik, Airnya Bergelombang

Membuat Es Krim Bersama Ayah

Jalan-jalan Ke Jogja