Susu Botol Gajah
“Susu botol gajah,” begitu biasanya yang diminta Haya saat bangun pagi. Maksudnya bikin susu pakai botol yang ada gambar gajahnya. Hehehe…dan biasanya dia juga sudah bisa bikin susu sendiri, alias memasukkan susu ke dalam botol yang sudah saya kasih air, menyendoknya satu demi satu, sambil belajar berhitung.
“Bismillah…” kata saya. Lalu “satu..” saya mulai berhitung saat dia memasukkan susunya ke dalam botol. Kadang juga tumpah, tapi sudah saya kasih alas piring di bawah botol jadi lebih mudah membersihkannya. Kadang dia juga suka mengamati susu bubuknya yang perlahan tenggelam ke dalam botol yang sudah berisi air.
“Tenggelam Bunda..” begitu katanya takjub.
“Iya, karena susunya lebih berat daripada air,” kata saya..
Setelah sampai hitungan 10, dia pun menutup susu botolnya sendiri, kemudian menyerahkannya kepada saya untuk finishing, hehehe. Tentunya agar botol susu lebih rapat tertutup, dan juga agar susu dalam botol rata tercampur dengan air, saya kocok-kocok dulu botolnya. Setelah itu, saya kasihkan lagi ke Haya dan dia pun meminumnya dengan lahap.
“Ini, Bunda..” katanya sambil menyerahkan botol susunya yang telah kosong kepada saya yang sedang mencuci piring di dapur.
“Oh ya, terima kasih,” jawab saya menerima botol susunya.
Kebiasaan baik yang lain yang saya latih yaitu untuk menaruh botol susu yang sudah habis isinya ke dapur di wastafel atau cucian piring, atau menyerahkannya kepada saya, tidak sekedar minum saja lalu menaruhnya di sembarang tempat ia mau. Awalnya juga begitu, namun saya dan suami melatihnya. Nah, kan hal yang sepertinya sepele ini juga perlu dilatih, agar ia terbiasa juga, dan dampaknya juga nanti akan ke hal-hal yang lain, seperti membuang sampah pada tempatnya, menaruh kembali barang-barang atau mainan pada tempatnya, menaruh pakaian kotor ke ember cucian, menaruh buku yang sudah dibaca ke dalam rak buku kembali, dan yang lain-lain juga yang serupa itu. Efek yang lebih besar lagi kalau sudah terkait pinjam meminjam barang orang lain, dan juga menggunakan fasilitas publik. Kalau di rumah sudah dibiasakan banyak hal-hal baik insyaAllah jadi lebih mudah untuknya dalam berinteraksi di masyarakat nanti seperti di sekolah, atau ketika berkumpul dengan keluarga besar.
Evaluasi Tantangan 10 hari Level 02 Bunsay
Tak terasa, sudah sampai di hari ke 10 pada level 02 Bunsay ini tentang tema Melatih Kemandirian. Saya akan mencoba mengevalusi hal-hal yang sudah saya lakukan selama ini.
Dalam 9 hari tantangan yang sudah berjalan, saya mengambil 3 skill untuk dilatih, yaitu:
1. Sikat gigi sendiri
2. Merapikan mainan
sendiri
3. Meminta ijin ketika
keluar atau melakukan sesuatu
Kebiasaan Sikat Gigi
Haya
Saya mengambil skill sikat gigi sendiri untuk dilatih dalam tantangan
ini karena saat itu Haya sedang mogok sikat gigi pasca dia sakit demam dan
batuk, yang awalnya biasa-biasa saja kalau disuruh sikat gigi, tidak banyak
drama. Ya, buat saya, cukup bisa sehari sekali saja gigi Haya sudah kena
gosokan sikat gigi walaupun cuma gigi depan saja, hal itu sudah membuat saya
senang. Tapi, memang kalau bisa saya membujuknya untuk sikat gigi minimal pagi
dan malam hari sebelum tidur. Kadang kalau dia sedang gampang dibujuk bisa tiga
kali sehari sikat giginya, malah lebih (baca: buat mainan sikat dan pastanya,
hahaha).
Alhamdulillah, saya amati sampai hari ini, dia sudah mau sikat gigi
walau kadang mudah, sekali saya sodori sikat dan pasta gigi langsung mau
menggosok gigi sendiri atau kadang juga saya yang harus sabaaar membujuknya dan
inga’-inga’ tidak mudah terpancing emosi alias memaksanya buka mulut (mangap)
dan emak yang gemas memaksa menggosok giginya. Alhamdulillah masih bisa saya
tahaaan, insyaAllah.
Yang penting sebagai seorang emak, saya juga harus tabah berjuang,
membangun dan melatih kebaiasaan baik untuk anak, tidak bosan-bosan mengingatkan,
tentunya dengan cara-cara yang baik dan tidak mengintimidasi sehingga membuat
anak bosan justru harus pandai-pandai mengamalkan komprod agar bisa membekas di
hati anak. masyaAllah….
Kebiasaan Merapikan
Mainan
Skill kedua yang saya latih yaitu kebiasaan merapikan mainan sendiri,
karena memang saya juga agak selow awalnya kalau Haya main. Saya tipe orang
yang biasa saja melihat rumah berantakan, beda dengan ayahnya yang memang suka
kebersihan, rishi atau tidak terlalu suka melihat rumah berantakan, hehe. Gitu ya,
jadi kalau main sama emak itu selow, dan kalau main sama Ayah, kadang suka
nggak sabaran.
“Jangaan Yah… ini punya Haya… jangan ditaruh situ, ini..” protes Haya
kepada Ayahnya yang mulai memindah-mindah mainan Haya ketika menurut Si Ayah Haya udah bosan mainan yang itu. Eh ternyata belu, hihihi…
Nah, kebiasaan merapikan mainanan, ini cakupan dan efeknya juga luas. Kalau
sudah terbiasa merapikan mainan sendiri, maka merapikan hal-hal lain juga akan
menjadi mudah. Selama ini, memang karena saya sendiri juga cukup selow melihat
maianan berantakan, jadi mungkin Haya juga sedikit mengikuti ritme saya, hehe. Cukup
membutuhkan effort juga sih melatih Haya merapikan kembali mainanya ke tempat
mainan dia (di rak dan di lemari khusus mainan). Dan selama ini, memang saya
belum coba latih juga untuk mengklasifikasikan maianan menurut tipe-tioe
tertentu, masih general, pokoknya masih asal rapi, masuk box atau lemari, dan
tidak berantakan lagi, itu sudah oke menurut saya. Nah, kedepan, akan coba saya
latih untuk mengklasifikasikan mainan menurut beberapa tipe tertentu. Bismillah
Ya Allah…
Kebiasaan Meminta
Ijin Haya
Lalu, skill yang ketiga adalah kebiasaan meminta ijin ketika mau pergi
keluar rumah untuk bermain, dan juga meminta ijin meminjam barang, melakukan
sesuatu (bagi saya terutama).
Haya sudah kami latih dan beri tahu, kalau mau keluar rumah, ke tempat
kakak, mbak Bel, bilang dulu ya sama Ayah, sama Bunda. Dia mengangguk-angguk. Kadang
memang dia juga sudah bisa bilang,
“Assalam Mikum, Bundaa.. mau main kakak,” begitu sambil membawa tas lego
favoritnya.
Namun kadang-kadang dia masih ngeloyor pergi juga, hehe.. nyontoh siapa
coba? #tunjukdirisendiri
Haya juga terkadang sudah bisa bilang kalau mau minjem barang,
“Nanti aku pinjem yaa..” begitu katanya dan dia juga sudah bisa
mengamati temannya ketika bermain bersama yang kadang menyerobot mainannya
begitu saya.
“Athan belum bilang pinjem,” katanya. Maksudnya Athan belum minta ijin
Haya untuk meminjam mainannya.
Nah, kebiasan ini akan sangat membantu sekali memang ketika dia sedang
bermain, berinteraksi bersama dengan teman sebayanya. Seperti contoh saat
kemarin saya bersilatirahim ke slaah satu teman yang punya anak seumuran,
sama-sama perempuan juga. Haya sedang memgang mainan punya temannya (kakak A),
sudah dibolehin sama ibuknya (teman saya) karena kebetulan kakak A masih tidur
ketika saya dan Haya sampai di rumah mereka. Lalu tak lama kakak A bangun dan
melihat mainannya dipegang Haya. Dia memintanya. Awalnya Haya menolak, lalu
saya kasih pengertian baik-baik kalau itu kan sebenarnya mainan kakak A, Haya
tadi pinjem, sekarang balikin dulu ya. Lalu Alhamdulillah dia mau mengasihkan
mainan yang dia pegang kepada kakak A. masya Allah, tabarakallah nak. Alhamdulillah…
Evaluasi Emak
Untuk saya sendiri, memang lebih mudah ketika saya mencoba konsisten
menerapkan satu atau dua poin dalam meminta ijin kepada Haya, missal ijin
sholat (Alhamdulillah ini Haya sudah terbiasa bahkan kadang sekalian ikutan
sholat), ijin untuk ke belakang (BAK/BAB/ Mandi) dan ijin untuk mencuci piring
atau memasak di dapur.
Ketika saya meminta ijin dua hal di atas, Haya sudah mulai terbiasa. Jadi,
sudah less drama lagi kalau saya tinggal BAK sebentar atau cuci piring
sebentar.
Lalu, selanjutnya tinggal menambah skill yang masih pakai ajian aji
mumpung alias curi-curi kesempatan, seperti ijin balesin chat/ pegang hape. Ijin
keluar rumah sebentar (ambil jemuran), dan lain-lain. Ya bertahap ya mak, alias
step by step.
Nah, selanjutnya, masih ada seminggu tantangan lagi.
Saya masih ingin melatih Haya untuk merapikan mainan/ barang-barangnya
juga melatih kekonsistenanannya untuk meminta ijin karena dua hal ini masih
harus diingatkan.
Yang kebiasaan sikat gigi, insyaAllah memang sekedar membutuhkan sedikit
lagi kesabaran dari emak agar Haya benar-benar terbiasaa menggosok gigi tanpa
harus lama-lama dibujuk atau dirayu.
Jadi, saya akan menggantinya dengan kebiasaan baru, yaitu kebiasaan
bilang “mau pipis atau mau pup”
Selama ini, memang Haya sudah tidak saya pakaikan pospak lagi kalau di
rumah. Alhamdulillah sudah bisa saya tatur ke kamar mandi, sudah tau kalau
pipis itu jongkok di kamar mandi. Kalau saya tatur juga mau, tapi memang yang
kadang belum bisa atau kalau saya kelewat lupa natur dia ke kamar mandi, dia
masih mengompol di celana, belum bisa dan terbiasa bilang, “Bunda, Haya mau
pipis” ketika ada rasa mau pipis tau pup. Bilangnya saat sudah keluar dan
biasanya kalau udah pup. Kalau sudah pipis di celana malah kadang masih tak mau
mengaku. Haduuh.. PR nih buat emak yaa..
Ayooo.. belajar dan berlatih bersamaa…
#hari10
#gamelevel1
#tantangan10hari
#melatihkemandirian
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional
Komentar
Posting Komentar