Aduh! Sakit, Bunda…



Sekali Lagi tentang Sebuah Target : Demi Kepentingan Anak atau Ego Orangtua Semata?

Membaca narasi teman-teman lain tentang tugas Bunsay level 02 ini, terutama teman yang menulis tentang skill yang sama untuk diajarkan kepada anak sungguh bisa membantu memperluas wawasan dan pandangan kita akan sesuatu hal. Skill yang saya makud adalah tentang melatih anak untuk bilang “aku mau pipis, Bunda, mau pup” sebelum kecolongan. Tapi setelah saya membaca narasi mbak Annisa Dian yang juga mengajarkan toilet training kepada putrinya, saya lalu jadi lebih paham juga bahwa, jangan tergesa-gesa untuk meminta anak cepat bisa, cepat bisa memuaskan dahaga (baca: target bikinan kita, orang tua alias keinginan/ ego orang tua). Astaghfirullah..

Saya merenung dalam-dalam lagi. Anak-anak juga butuh waktu belajar, berproses, sama seperti kita orang dewasa yang juga tetap butuh waktu untuk mempelajari segala sesuatunya. Cuma karena kita sudah dewasa, syaraf, bagian tubuh kita sudah terbentuk dengan baik, maka kita bisa lebih cepat belajar. Beda dengan anak-anak dimana bagian-bagian tubuh mereka mulai dari syaraf hingga otot belumlah tersambung dan berkembang dengan sempurna.

“Kalau bisa Bunda, aku juga nggak ingin kok pipis di celana. Aku juga nggak pengen celanaku basah kena pipis, rasanya juga nggak enak. Aku juga nggak pengen kok pup di celana, pengennya di toilet kaya Shimajiro. Tapi, aku nggak tahu. Aku belum bisa Bunda. Maafkan aku..” Ya Allah, gitu kali ya Haya kalau dia sudah bisa berkomunikasi dengan baik, sudah bisa mengekspresikan perasaannya dengan tepat. Tapi.. untuk saat ini, sayalah yang harusnya lebih bisa memahami dia, sayalah yang harusnya lebih mengerti dia, bersabar dengan proses latihan dan belajarnya, bersabar dengan godaan dan tantangan yang ada. Sayangnya, Bunda juga hanya manusia biasa nak, yang kadang juga khilaf, lupa, terbawa emosi, capek, kesal, hingga akhirnya jengkel dan marah. 

Ah, tapi memang bukankah begitulah proses belajar itu? Berliku terjal bagai mendaki gunung dan bukit, kadang melewati hamparan lembah yang indah, atau tumpukan sampah yang tak mengenakkan baunya. Kuncinya tetap satu, bersabar seraya terus berusaha belajar memperbaiki diri.


Terpeleset Mainan yang Berserakan

Pagi ini, Haya mendapat dua teman bermain yang berkunjung ke rumah. Bukan main senangnya dia. Tak lain dan tak bukan adalah dua kakak laki-laki yang memang tinggal di sebelah dan seberang rumah. Kak Ndro dan Kak Io, mereka masih libur sekolah dalam rangka masa awal puasa. Haya asyik mengajak kak Ndro dan Kak Rio bermain lego favoritnya. 

Alhamdulillah juga mereka bermain di rumah, jadi saya masih bisa mengawasi Haya serasa kejar setoran, hehehe.. Ketika Haya bermain dengan teman-temannya, terutama yang lebih besar darinya (Kak Ndro, 10 th dan Kak Rio, 9 th sudah SD kelas 4 dan 3), saya mencoba menaruh kepercayaan kepada Haya, dengan mencoba membiarkannya bermain sendiri, berinteraksi dengan kakak yang lebih tua usianya daripada Haya. Dan memang, jika bermain dengan teman yang usianya lebih tua atau matang itu, mereka yang lebih tua cenderung mengayomi, mengalah dengan yang lebih kecil.
Beda saat Haya bermain dengan teman yang usianya masih sepantaran, sama-sama usia 2 tahunan, 3, 4 sampai usia 6 tahun itu masih harus saya pantau dan dampingi. Karena mereka terkadang masih belum bisa jelas membedakan mana yang boleh dan tidak, mana yang baik atau buruk dan mana barang yang miliknya atau milik teman. Dan pendampingan disini juga sekaligus sebagai bekal pembelajaran nanti ketika dia berinteraksi dalam lingkungan social yang lebih luas. Dan fondasinya, sarana belajarnya adalah ketika dia memulai interaksinya dengan teman-teman yang usianya sebaya dengannya. 

Nah, setelah lumayan lama bermain, Kak Rio memutuskan pulang, karena mau ada agenda dengan keluarganya, tinggallah Haya dan Kak Ndro yang masik asyik bebikinan lego menjadi bentuk robot, pesawat, penguin, dan lain-lain.

Namun, tak berapa lama ia pun pulang terburu-buru karena dipanggil Tantenya. Biasanya Kak Ndor kalau main di rumah Haya juga selalu berusaha merapikan mainan dulu. Kali ia, ia tidak sempat karena terburu-buru.

Nah, tinggallah Haya sendiri dengan mainannya yang berserakan dimana-mana, terutama balok-balok lego yang baru saja dipakai bermain bersama. Ia sudah tidak menangis ketika ditinggal kakak teman mainnya, karena sepertinya ia sudah cukup puas bermain dan sudah memahami alasan kenapa kakak harus pulang.

Saya lalu mengajak Haya untuk memberesi mainananya, tapi Ia belum mau. Baiklah, saya pun sengaja masih membiarkan mainannya berserakan begitu.

Nah, setelah beberapa lama akhirnya saat ia mulai lari-larian diantara maianan lego yang masih berserakan disana sini, Haya terpeleset sala satu lego bulanya. Ia pun merengek dan mengaduh kesakitan tapi tidak sampai menangis. Saya mencoba menenangkan dirinya, kemudian langsung to the point bilang, “Nah, kan begitu, kalau habis mainan tidak diberesi, bisa membuat kepleset. Sakit kan?” kata saya. “yuk, kalau begitu diberesi, dirapikan mainannya,” ajak saya. Dan tak menunggu lama ia pun segera memasukkan balok-balok legonya ke dalam tas.


#hari14
#gamelevel1
#tantangan10hari
#
melatihkemandirian
#kuliahbundasayang


@institut.ibu.profesional


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hujan Rintik-rintik, Airnya Bergelombang

Membuat Es Krim Bersama Ayah

Jalan-jalan Ke Jogja