Lomba-lomba untuk Anak-anak





Kemarin, saat jalan-jalan sore sambil menyuapi Haya makan sore, saya dan Haya berhenti di depan rumah Pak Dar, salah seorang tetangga kami yang menjadi langganan keluarga kami untuk membeli gallon air minum. Saat itu, Pak Dar tengah memangku cucu keduanya, Al yang baru berusia 5 bulan di pangkuannya. 

Dulu, saya dan Haya lumayan sering bermain kesini, karena saat itu cucu pertama Pak Dar, Akmal yang usianya hanya terpaut satu bulan dengan Haya, masih tinggal bersama dengan Datuk (panggilang Akmal untuk Eyang Kakungnya) dan Yang Ti (Eyang Uti). Saya dan Bundanya Akmal seringkali hamper tiap pagi atau terkadang juga sore hari di waktu yang sama kompakan menyuapi buah hati masing-masing sambil mengikuti mereka menjelajah lingkungan sekitar.

Sekarang Akmal sudah pindah rumah sendiri, menempati rumah kontrakan yang luamyan dekat dengan tempat bekerja Ayah Akmal. Jadi, berkurang satu teman main Haya di kompleks sini, teman kompakan main kalau jam makan tiba saat itu. Tapi sekarang sih, Haya sudah semakin sering makan sendiri sambil duduk dai area dapur, sesekali saja saya masih menyuapi sambil jalan-jalan keliling kompleks perumahan.

Nah, sore itu, saat saya sedang bercengkrama dengan Datuk dan cucu keduanya, Al, ternyata Akmal dan kedua orangtuanya dating kesitu. Mereka baru saja pulang dari sebuah perlombaan, yaitu lomba Balita Sehat tingkat kota Semarang. Akmal maju sebagai perwakilan dari kecamatan Gajahmungkur karena kemarin menjadi juara satu di tingkat kelurahan dan kecamatan GajahMungkur. Dapat hadiah sepeda katanya, wah senangnya. Nah, tetapi untuk yang lomba di tingkat kota hari ini, dia kalah. Kalah sama baby-baby besar, kata bundanya. Berat badannya masih kurang sedikit, kata Bundanya Akmal saat saya tanya kriteria apa saja sih penilaian lomba Balita Sehat itu? Tapi katanya seneng banget, pengalaman berharga, katanya yang memang terpancar dari wajah Bundanya yang kelihatan sangat bahagia sekali. Kalau si Akmal, hehe, dia mah biasa aja sih, tetap bermain seperti biasa. Saya masih duduk di teras depan rumah Pak Dar beberapa saat, membiarkan Haya berinteraksi dengan teman lama yang memang sudah lama tidak bertemu, sebelum akhirnya saya pamit pulang karena memang hari sudah sore menjelang maghrib.

Sampai di rumah, saat family forum, yaitu waktu-waktu setelah maghrib, waktu makan bersama dan bercengkerama dengan keluarga, saya menceritakan haal ini kepada Ayah. Lalu, saya menanyakan tentang pengalaman lomba Ayah sewaktu kecil. Apakah Ayah pernah ikut lomba-lomba? Ayah menjawab, pernah, waktu SD sambil menyebutkan serentetan lomba yang pernah ia ikuti. Ayah ini dulu waktu kecil adalah sang bintang kelas atau juara kelas (jaman dimana dulu raport masih memakai system ranking dan Ayah memang sering dapat nomor 1). Lalu, pernah menang, pernah kalah? Tanya saya lebih lanjut. “Ya, pernah menang, kalah juga pernah,” jawab Ayah. Lalu, kalau pas kalah, bagaimana Yah?” cecar saya lagi, “ya, biasa aja, nggak gimana-gimana,” jawaban khas Ayah seperti biasa.” Setelah saya puas menanyai Ayah, gentian saya cerita tanpa diminta, seperti biasa juga, hehehe…

“Sama sih, kalau Bunda dulu juga pernah ikut lomba, tapi memang nggak terlalu sering,” kebanyakan lombanya lomba gambar karena memang Bunda suka dan pinter nggambar, kata guru dan teman-temanku dulu seperti itu,” jawab saya sambil mengenang masa lalu. Pernah menang juara 1 lomba gambar pas Agustusan, rasanya seneng dapat ucapan selamat dari teman-teman sekelas pagi harinya saat masuk sekolah. Kalah lomba juga pernah, tapi bagi Bunda rasanya senang aja karena ada pengalaman yang Bunda dapatkan, bukan sekedar menang atau kalah.”

Saya mengangkat topic ini untuk dibahas karena sekarang kami sudah punya buah hati, dan jaman sekarang itu sudah biasa ada lomba-lomba dimana saja terutama untuk batita, balita dan anak-anak. Saya ingin ada kesepakatan yang seragam antara saya dan suami mengenai kebijakan lomba-lomba untuk anak nantinya, karena kami pernah mendapat materi parenting mengenai dampak baik dan buruk ikutkan anak lomba. Terutama lomba-lomba untuk anak batita dan balita yang sebenarnya bisa disebut juga dengan pembodohan massal karena semua anak yang ikut lomba dapat hadiah, bahkan orangtua anak masing-masing yang anaknya ikut lomba diharapkan membawa kado dari rumah tanpa diketahui oleh si anak atau ada biaya tambahan untuk pembelian kado dari panitia. Jadi, setelah lomba usai dan si anak ternyata tidak menjadi juara 1, 2 atau 3 menurut versi para juri lomba, anak akan tetap dapat hadiah yang ‘telah’ disediakan oleh para orangtua masing-masing sebelumnya untuk menghindari tangisan anak dengan pertanyaan ‘kok aku nggak dapat kaya gitu pa, ma? (baca: piala dan kado-kado), kan aku tadi udah ikutan lomba? 

Sering ikut lomba bisa berdampak buruk bagi anak kalau anak sering menang, maka kemungkinan dia akan menjadi besar kepala, sedangkan kalau kalah, maka akan sering berkecil hati. Jika sekali-kali saja tidak apa-apa, utamanya tetap harus ada pendampingan dari orang tua akan apa yang selayaknya dilakukan anak ketika dia menang ataupun kalah, karena terkadang pola berfikir anak dan pengalaman mereka belum matang seperti halnya orang dewasa.

Bagi orang dewasa, lomba-lomba atau kejuaraan yang diikuti bisa memberi banyak efek seperti untuk memotivasi, memberikan suasana baru pada rutinitas hidup, memacu kreativitas, meengembangkan bakat minat, bentuk apresiasi atau pengakuan diri, sementara pada anak-anak dunia mereka masih sederhana, putih dan abu-abu. Kalau menang, berarti aku paling jago dibanding yang lain, dan kalau kalah, berarti aku bodoh, gagal, tidak hebat dan lain sebagainya. Maka sekali lagi, orangtua perlu memberikan perhatian khusus kepada anak saat anak mereka ikut lomba, jangan hanya berkata kalau menang, Nah, ini jagoan Ayah Bunda. Kamu Hebat, lalu ketika kalah sekedar berkata, Ah nggak papa. Cuman sekedar perlombaan, besok-besok latihan lagi ya biar dapat juara.

Selama ini saya sudah pernah mendapat tawaran ikut lomba, diantaranya lomba menggambar, memasukkan bola ke dalam keranjang untuk kategori anak usia 2 tahunan, tapi sampai sekarang memang belum ada yang saya ambil, jadi sampai sekarang Haya belum pernah ikut perlombaan apapun. 

Dari perbincangan santai antara saya dan Ayah Noer kali ini, tetap sembari menemani Haya bermain, kami berdua bisa berbincang denga santai, dan membagikan pengalaman masing-masing tentang kenangan loma masa kecil. Lalu, saya sendiri mengambil kesimpulan, boleh untuk mengikutkan anak lomba-lomba nantinya, tetapi tentu saja tidak semua lomba harus diikuti. Selama ini saya amati kalau Haya ini memang anak yang supel, periang, suka ketemu banyak dan sangat senang tempat keramaian jadi mungkin dengan ikut lomba –lomba kedepannya akan bisa menjadi tambahan pengalaman yang berharga dalam hidupnya, tidak semata-mata mengejar kemenangan ataupun piala.

“Kembangkan kemampuan kolaborasi untuk anak bukan kompetisi karena peperangan yang menghancurkan karena ego persaingan bukan kerjasama bergandengan,” Abah Ihsan.

“A little healthy competition can be good for kids, competitive activities help them develop important skills they’ll use well into adulthood, like taking turns, developing emphaty and tenacity,” Abah Ihsan ibn Bukhari.

sumber referensi: instagram @abah_insan_official
silahkan klik postingan Abah Ihsan berikut untuk info lebih lanjut mengenai lomba-lomba untuk anak-anak. terima kasih.



#hari5
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang

@institut.ibu.profesional

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hujan Rintik-rintik, Airnya Bergelombang

Membuat Es Krim Bersama Ayah

Jalan-jalan Ke Jogja