Menjadi Ibu: Haruskah Cerewet?
Pagi hari, salah satu kebiasaan keluarga kami adalah morning time, yaitu waktu berkumpul bersama meskipun hanya sebentar sambil menikmati camilan ala kadarnya yang tersedia di rumah, sebelum Ayah bersiap mandi dan berkemas-kemas pergi ke kantor.
Menu rutin Haya tiap pagi adalah sebotol susu hangat, ditambah camilan yang ada di rumah. Kebetulan hari ini kami memiliki kue lapis basah buatan Ayah Noer dan Kue roll cake keju pemberian dari teman Ayah kemarin.
“Ayah, mau dibikinkan minuman apa?” tanya saya pada suami setelah selesai membuat susu untuk Haya.
“Apa saja,” kata suami.
“Tak buatin kopi mau Yah?” saya bertanya.
“Enggak,” jawab suami.
“Mau teh atau jeruk nipis?” akhirnya saya memberi pilihan.
“Jeruk aja,” kata suami.
“Hmmm, tadi katanya mau dibikinin apa aja,” kata saya sambil manyun serasa menyerahkan sebotol susu pada Haya.
Memang, dari pilihan minuman ini: teh, kopi, susu dan jeruk (nipis atau lemon plus madu), suami biasanya lebih suka memilih munuman jeruk saat pagi untuk menamani makan camilan ringan yang ada. Setelahnya baru teh, kopi jarang-jarang, biasanya kalau bikin kopi ya kopi bubuk pahit dicampur susu atau bikin kopi kemasan yang sudah praktis tinggal seduh. Kalau susu, biasanya suami lebih memilihnya di waktu sore atau malam.
Dari percakapan di atas, setelah suami menjawab mau dibikinkan apa aja, yang terlintas di benak saya adalah bikin kopi kemasan, karena tadi malam suami begadang ngerjain tugas dan juga sudah lama jug tidak bikin kopi di pagi hari, jadi piker saya biar agak fresh minum kopi aja. Tapi setelah saya bertanya lebih lanjut ternyata suami tidak berkenan. Yaa sudah deh.
Tapi, biasanya suami selalu berusaha menghabiskan apa yang saya sajikan, tidak pernah banyak protes atas apa yang biasanya tersaji di bawah tudung saji. Kalau suka ya dimakan, dan kalau tidak suka ya dibiarkan saja, tidak lalu protes begini begitu. Alhamdulillah suami sih tidak terlalu pilih-pilih makanan juga, yang harus begini, harus begitu.
Tapi, sebagai seorang istri saya juga tahu, bahwa saya juga harus belajar dan memahami apa saja kesukaan suami, mulai dari hal makan, hobi sampai warna favorit. Bukankah begitu, para istri solihah dimanapun kalian berada, hey? Hehehe..
Nah, hal ini bisa didapat dengan mengamati, bisa juga dengan bertanya langsung. Kalau suami tipe seseorang yang memang suka bercerita, tentu akan sangat menyengkan. Tapi ketika suami cenderung pendiam, naah ini nih yang menjadi tantangan. Akhirnya para istri dan juga ibu sering mendapat label ce-re-wet.
“Ayah, sudah pesen tiket kereta buat minggu depan?” tanya saya untuk kesekian kalinya.
“Belum,” jawab Ayah singkat untuk kesekian kalinya juga.
“……….”
Padahal, cerewetnya seorang istri atau ibu itu terkadang adlah demi tujuan yang mulia, yaitu demi menyenangkan hati anak dan suami, demi memberikan servis yang terbaik pada keluarga. Setuju tidak? Hehehe..
“Yah, mau dimasakin apa hari ini?” tanya saya yang lagi bingung mau masak apa.
“Apa aja,” jawab suami singkat, seperti biasa.
“Hmm, sayur kuah bening, kuah santan atau mau tumis?” saya memberi pilihan.
“Tumis aja,” kata suami.
“Oke, baik boss,” jawab saya sembari beranjak menuju ke dapur.
Belajar lagi saya dari percakapan di atas. Belajar memahami diri sendiri dan juga pasangan. Saya tahu, suami jawab ‘apa aja’, karena beliau sebenarnya tidak mau merepotkan saya. Coba kalau suami jawab ‘pengen sop kaki kambing.’ Atau pengen dimasakin ‘steak hot plate’. Emangnya sini restoran? Kalau mau dibayarin buat beli mah gapapa. Hehehe… selain itu, suami mungkin juga nggak tahu kan isi kulkas apa saja? Kalau suami menjawab dengan nama masakan tertentu, bisa jadi panjang dialognya, bisa jadi kalau pada akhirnya malah saya jadi nggak mood masak, ujung-ujungnya bisa ngambek, jadi salah paham, bla..bla..bla… hanya berawal dari pertanyaan sepele atau singkat dari saya. Hehehe.. begitu kan, biasanya? Jadi suami juga kadang belajar dari situ. Para suami sebenarnya lebih bijaksana memang. Para istrilah yang sering rempong dan merempongkan diri sendiri. Hihihi…
Nah, kemudian saya memberi pilihan. Jadi jelas kan, kalau bahan-bahan yang saya punya, bisa dipakai untuk membuat masakan, kuah bening, kuah santan atau tumis. Suami pun memilih tumis saja.
Dari pengalaman saya sebelumnya, kalau masakan tumis itu top ranknya adalah tumis kangkung, lalu tumis pare dan baru tumisan lainnya. Dari ketiga pilihan itu, suami memang kurang begitu suka sayur kuah bening, kebalikan sama saya, yang lebih menyukai masakan sayur kuah bening dan rebusan plus nggak pedes daripada masakan tumis dan gorengan plus sambel super pedes kesukaan suami.
Dududu, masalah masak dan makan aja juga harus bisa dikomunikasikan dengan baik juga ya.. Clear and clarify.
Nah, sekian cerita saya hari ini. Semoga bisa diambil manfaatnya. Salam dan salim J
#hari7
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional
Komentar
Posting Komentar